Beberapa bulan lagi lagi Ujian Nasioanal Berbasis
Komputer akan segera dilaksanakan baik di tingkat SMA/MA/sederajat hingga
tingkat SD/MI/sederajat Pelaksanaannya pun sama dengan pelaksanaan ujian
nasional tahun lalu, hanya saja pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendibud) menambahkan sedikit aturan baru yaitu dengan melaksanakan
ujian nasional secara online di beberapa sekolah/madrasah.
Dari tahun ke tahun UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) selalu menuai
banyak kontroversi. Banyak pihak-pihak yang merasa bahwa ujian nasional tidak
perlu dilaksanakan dengan berbagai alasan. Masalah Ujian Nasional
Barbasis Komputer tiap tahun selalu ramai dibicarakan, mulai dari
persiapan siswa dengan berbagai bimbingan belajar, orang tua dengan menyiapkan
materi untuk mendukung para putranya, pihak sekolah dengan berbagai pengayaan
dan uji coba UNBK, pemerintah dengan memberikan materi pokok UNBK, masyarakat
dengan katentuan / syarat pelulusan yang sangat memberatkan.
Masyarakat luas mengharapkan UNBK tidak dilaksanakan karena merugikan (jika
ada siswa yang tidak lulus, termasuk merugikan pihak sekolah karena banyak yang
tidak lulus). Kita sudah tidak asing dengan Ujian Nasional karena istilah itu
sudah kita rasakan sejak tahun 1990-an.
Melihat fakta yang ada saat ini, Negara Indonesia saat ini masih tertinggal
jauh dengan Negara-negara lain. Dalam rangka mengikuti perkembangan zaman, maka
perlu diadakan standar nasional dan tiap-tiap daerah harus mengikuti standar
nasional tersebut agar perkembangan Negara Indonesia lebih baik dan maju.Maka
tidak mungkin UNBK diberhentikan, karena dengan UNBK pemerintah dapat mengukur
tingkat pendidikan disuatu wilayah seluruh Indonesia.
Jika dilihat dari keadaan dan situasi yang ada dilapangan saat ini, rencana
pelaksanaan ujian nasional online tersebut tidaklah tepat dan perlu untuk
dipertimbangkan kembali. Sebenarnya ide yang disampaikan oleh pemerintah untuk
melaksanakan ujian nasional tersebut sangat baik tetapi dalam pelaksanaanya di
lapaangan akan menimbulkan berbagai macam permasalahan seperti infrastruktur
yang belum merata dan kurangnya pengetahuan atau tenaga-tenaga ahli di beberapa
sekolah.
Jika pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Kompuetr ini tetap dilakukan,
beberapa sekolah akan mengalami kesulitan karena ketiadaan infrastruktur yang
memadai seperti komputer, akses internet dan daya listrik. Coba kita bayangkan
jika di sekolah tersebut memiliki 300 siswa yang mengikuti ujian nasional, maka
berapa jumlah komputer yang dibutuhkan oleh pihak sekolah untuk melaksanakan
ujian nasioanl ini. Tentunya mereka akan membutuhkan komputer yang sangat
banyak. Apabila tetap dipaksakan, cara satu-satunya adalah dengan menggunakan
komputer secara bergantian, tetapi cara ini malah akan menimbulkan masalah baru
yaitu timbulnya kecurangan-kecurangan dalam ujian nasional. Kalaupun kecurangan
ini tetap dibiarkan terjadi, lantas apa gunanya ujian nasional dilaksanakan
dengan menghambur-hamburkan uang Negara yang tidak sedikti tersebut, jika
tujuan utama ujian Nasional Berbasis Komputer tidak tersampaikan.
Undang-undang tentang Ujian Nasional Berbasis Nasional telah berlaku,
sehingga kalau memang ingin meniadakan UNBK , maka kita harus mencabut
Undang-undang tersebut terlebih dahulu. Tidak bisa kalau UNBK sudah tidak
ada sedangkan Undang-undang masih berlaku.
Selain itu peniadaan Ujian Nasional berbasis computer dalam sistem
pendidikan dalam negeri bisa mengarah kepada pelemahan sumber daya manusia
Indonesia. Ujian Nasional berbasis computer sebagai salah satu upaya
meningkatan SDM Indonesia, UNBK tetap harus diadakan karena berkaitan
erat dengan uji kemampaun seseorang yang terstandarisasi secara nasional.
Dengan adanya UNBK, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud dapat mengetahui
kekurangan maupun kelebihan di tiap daerah. Dengan demikian pemberian bantuan
pun akan tepat sasaran, baik secara finansial maupun infrastruktur. Kalau tidak
ada UNBK, bagaimana pemerintah bisa membantu sekolah-sekolah yang ada di ujung
timur atau di ujung barat Indonesia.Apakah mereka kekurangan guru, perbaikan
fasilitas pendidikan yang kurang memadai, atau mata pelajaran tertentu yang
memang mereka kesulitan untuk mempelajarinya. Dengan UNBK, data tersebut dapat
digunakan oleh pemerintah untuk intervensi kebijakan.
Kita patut menghargai pro-kontra sekitar UNBK ini jika perdebatan tersebut
murni masalah standardisasi mutu pendidikan.Karena itu, penyelenggaraan UN
bukanlah hal yang tepat untuk dipertentangkan secara politis. Kecenderungan
menarik masalah UNBK ke wilayah politik pasti akan menimbulkan korban tafsir
berikutnya. Persoalan mutu pendidikan menjadi terlupakan. Jika perdebatan
masalah UNBK hanya ditarik ke arah persoalan yang sangat teknis, yakni lembaga
mana yang berhak menyelenggarakan, proses penganggaran yang lebih dahulu harus
dibahas oleh DPR, prosedur aturan yang perlu ditetapkan dst, persoalan yang
muncul bukan murni pengukuran kualitas pendidikan lagi, melainkan sudah melebar
ke wilayah lain. Hal ini kemudian dapat menimbulkan persepsi berbeda tanpa pertimbangan
mendalam kemudian menafikan bahwa ujian tidak perlu diadakan. Di sisi lain,
juga timbul persoalan gengsi sekolah. Karena, bagi sekolah yang persentase
kelulusan siswanya tinggi dalam UNBK, sekolah tersebut ikut naik pamornya,
masalah ini kemudian memunculkan persoalan baru, pihak sekolah berusaha dengan
segala cara untuk menggenjot siswa agar dapat lulus ujian.
Meskipun setiap argumentasi memiliki alasan untuk bertahan pada sikap atau
pendiriannya, setidaknya kesadaran bersama diperlukan agar kualitas pendidikan
tidak menjadi korban. Update terakhir tentang human development index (HDI)
Indonesia yang berada di posisi 107 dari sekitar 188 negara menunjukkan bahwa
upaya pemulihan pendidikan harus menjadi prioritas bangsa ini ke depan. Karena
itu, polemik tentang UNBK seyogianya tidak terlalu dalam ditarik ke ranah
politik sehingga dapat membias ke dalam masyarakat dan membuat para praktisi
pendidikan semakin bingung.Secara ideal memang pelaksanaan evaluasi terhadap
peserta didik harus diwujudkan.
Terlebih lagi masalah yang dapat ditimbulkan adalah kurangnya tenaga-tenaga
ahli di beberapa sekolah. Pelaksanaan ujian nasional yang baru akan
dilaksanakan tahun ini akan membuat beberapa sekolah bingung. Bahkan ada juga
yang tidak mengerti bagaimana melaksanakannya. Misalnya, jika ada guru
dan siswa yang tidak bisa menggunakan komputer, lalu apa yang akan terjadi?
bisa dipastikan mereka akan kesulitan dan tentunya ini juga akan menambah beban
beberapa siswa. Mereka bisa terganggu konsentarsinya dan akibatnya mereka malah
akangagal dalam ujian nasioanl ini.
Pertanyaannya: Apakah jika belum mencapai penyelenggaraan yang ideal
kemudian lembaga ujian tidak perlu diadakan, sementara sistem yang lain belum
ada?
Memang basil belajar tidak sepenuhnya bisa dievaluasi oleh UNBK.Namun dalam
kaitan tes summative (ujian akhir), UNBK dapat menjadi kriteria pengukuran
produk hasil belajar, karena memang pengukuran ini berorientasi kepada produk
akhir, bukan proses.Mengutip pendapat tokoh psikologi pendidikan Carl Rogers `bahwa
seseorang yang telah menguasai tingkat kognitif, maka perilaku seseorang sudah
dapat diramalkan ke dalam ranah afektif dan ranah psikomotoriknya`.Yang terjadi
di sekolah saat ini memang evaluasi hasil belajar kognitif lebih dominan, jika
dibanding dengan evaluasi hasil belajar afektif dan psikomotorik.Akan tetapi,
bukan berarti kedua bidang tersebut diabaikan sehingga tidak perlu dilakukan
penilaian.
Dari beberapa indikator kualitas pendidikan sejak reformasi bergulir tahun
1998, cukup banyak dicatat kemajuan pendidikan di Tanah Air.Tidak lagi seperti
tahun-tahun sebelumnya, saat guru hanya mentransfer pengetahuan dan dipatok
dengan target-target kurikuler.Model pembelajaran ini dengan pendekatan
demokratis, mengisi banyak ruang kelas sekolah, guru dan siswa mempunyai posisi
sentral dan menjadi subjek pendidikan, sehingga prinsip pelajar tuntas (mastery
learning) menjadi lebih mungkin dicapai.Model pembelajaran demokratis menuntut
adanya rumusan standar nasional kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan
(competency standard).Oleh karena itu, ujian akhir seperti UNBK yang
menggunakan kriteria `referenced assessment` tetap diperlukan.
Kiranya kita perlu melihat kembali persoalan ini dengan kepala dingin, hati
yang jernih, agar UNBK sebagai produk hasil belajar dapat meningkatkan pola
pembelajaran di sekolah-sekolah kita. Seperti yang sudah disebut diatas, kita
seyogyanya harus belajar dari negeri tetangga seperti Malaysia yang menetapkan
angka kelulusan (passing grade) untuk mata pelajaran matematika, bahasa, dan
IPA dengan 6, sedangkan UN tahun ini hanya menetapkan 5,05 itu pun sudah
menjadi kegaduhan besar. Para pengkhidmat pendidikan perlu mengimbau
pemerintah, DPR, dan LSM untuk tidak memperpanjang masalah UNBK menjadi
menyimpang dari esensi persoalan upaya peningkatan mutu pendidikan secara
terus-menerus.
Terkait masalah UNBK yang terjadi selama ini, mungkin sistemnya yang perlu
peningkatan perbaikan atau penyempurnaan, bukan justru meniadakan UNBK.Kalau
cuma karena ketidaklulusan yang disebabkan makin meningkatkan standar
kelulusan, menjadi alasan untuk menghapus atau meniadakan UNBK, rasanya kurang
rasional. Apakah kita tidak malu dengan Malaysia yang dulu pernah berguru ke
Indonesia, yang tetap mempertahankan sistem ujian nasional mereka dengan standar
angka kelulusan jauh lebih tinggi, sementara kita baru nilai 5,5. Begitu pula
dengan negara Thailand yang dulu pendidikannya tertinggal dari Indonesia,
mereka menggunakan standar kelulusan dengan angka 6. Sementara di Indonesia
seakan ramai-ramai mau menghapus UNBK, yang justru akan melemahkan SDM
Indonesia. Dengan lemahnya SDM Indonesia, maka bisa menjadi ladang subur bagi
kelompok masyarakat tertentu itu, untuk menguasai dan membelokan arah dari
ideologi Pancasila ke ideologi lain. Kita harus waspadai gerakan-gerakan secara
sistimatis yang ingin menghancurkan negara dan bangsa Indonesia serta masuk ke
dalam cengkaraman baru yang bertentangan dengan Pancasila.
Ditinjau dari sudut pandang di atas, untuk mengatasi pro dan kontra yang
ada maka Ujian Nasional berbasi komputer harus tetap dilaksanakan, hanya
dalam “rumus” pelulusan tidak harus seragam, tiap sekolah bisa memilih kriteria
pelulusan yang tepat. Kriteria “rumus” pelulusan tersebut ditentukan oleh
pemerintah (hal ini pernah dilakukan ketika Ebtanas terakhir diberlalukan).
UNBK harus tetap ada, tapi kelulusan tidak bisa ditentukan dengan nilai
hasil UNBK saja, karena banyak sekali terjadi sesungguhnya anaknya cerdas tapi
dia tidak lulus, mungkin karena saat UNBK dia sakit atau jawabannya tidak bisa
dibaca oleh komputer sehingga nilainya kurang dari standar. Nah disinilah
kemudian guru mempertimbangkan hasil ujiannya, apakah dia lulus atau tidak.
Jadi kelulusan tidak hanya ditentukan oleh hasil UNBK, Guru pun bisa menentukan
kelulusan, karena sejatinya Gurulah yang mengetahui karakter para siswanya.
Semestinya apabila pemerintah ingin melaksanakan ujian nasional secara
online, mereka harus menjamin ketersediaan infrastruktur yang mendukung dan
juga jangan terlalu terburu-buru untuk melaksanakannya. Pemerintah pun perlu
melakukan sosialisasi langsung ke sekolah jauh-jauh hari sebelum ujian nasional
dilaksanakan agar tidak menimbulkan masalah yang telah disebutkan di
atas(ref/Ft barlian )
Sumber: https://kalsel.kemenag.go.id/opini/633/Perlukah-Ujian-Nasional-Berbasis-Komputer-Diadakan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar