Jumat, 02 Maret 2018

Perlukah Ujian Nasional Berbasis Komputer Diadakan?



 Beberapa bulan lagi  lagi Ujian Nasioanal  Berbasis Komputer akan segera dilaksanakan baik di tingkat SMA/MA/sederajat  hingga tingkat SD/MI/sederajat  Pelaksanaannya pun sama dengan pelaksanaan ujian nasional tahun lalu, hanya saja pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendibud) menambahkan sedikit aturan baru yaitu dengan melaksanakan ujian nasional secara online di beberapa sekolah/madrasah. 
Dari tahun ke tahun UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) selalu menuai banyak kontroversi. Banyak pihak-pihak yang merasa bahwa ujian nasional tidak perlu dilaksanakan dengan berbagai alasan. Masalah Ujian Nasional  Barbasis Komputer  tiap tahun selalu ramai dibicarakan, mulai dari persiapan siswa dengan berbagai bimbingan belajar, orang tua dengan menyiapkan materi untuk mendukung para putranya, pihak sekolah dengan berbagai pengayaan dan uji coba UNBK, pemerintah dengan memberikan materi pokok UNBK, masyarakat dengan katentuan / syarat pelulusan yang sangat memberatkan.
Masyarakat luas mengharapkan UNBK tidak dilaksanakan karena merugikan (jika ada siswa yang tidak lulus, termasuk merugikan pihak sekolah karena banyak yang tidak lulus). Kita sudah tidak asing dengan Ujian Nasional karena istilah itu sudah kita rasakan sejak tahun 1990-an.

Melihat fakta yang ada saat ini, Negara Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dengan Negara-negara lain. Dalam rangka mengikuti perkembangan zaman, maka perlu diadakan standar nasional dan tiap-tiap daerah harus mengikuti standar nasional tersebut agar perkembangan Negara Indonesia lebih baik dan maju.Maka tidak mungkin UNBK diberhentikan, karena dengan UNBK pemerintah dapat mengukur tingkat pendidikan disuatu wilayah seluruh Indonesia.
Jika dilihat dari keadaan dan situasi yang ada dilapangan saat ini, rencana pelaksanaan ujian nasional online tersebut tidaklah tepat dan perlu untuk dipertimbangkan kembali. Sebenarnya ide yang disampaikan oleh pemerintah untuk melaksanakan ujian nasional tersebut sangat baik tetapi dalam pelaksanaanya di lapaangan akan menimbulkan berbagai macam permasalahan seperti infrastruktur yang belum merata dan kurangnya pengetahuan atau tenaga-tenaga ahli di beberapa sekolah. 
Jika pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Kompuetr ini tetap dilakukan, beberapa sekolah akan mengalami kesulitan karena ketiadaan infrastruktur yang memadai seperti komputer, akses internet dan daya listrik. Coba kita bayangkan jika di sekolah tersebut memiliki 300 siswa yang mengikuti ujian nasional, maka berapa jumlah komputer yang dibutuhkan oleh pihak sekolah untuk melaksanakan ujian nasioanl ini. Tentunya mereka akan membutuhkan komputer yang sangat banyak. Apabila tetap dipaksakan, cara satu-satunya adalah dengan menggunakan komputer secara bergantian, tetapi cara ini malah akan menimbulkan masalah baru yaitu timbulnya kecurangan-kecurangan dalam ujian nasional. Kalaupun kecurangan ini tetap dibiarkan terjadi, lantas apa gunanya ujian nasional dilaksanakan dengan menghambur-hamburkan uang Negara yang tidak sedikti tersebut, jika tujuan utama ujian Nasional Berbasis Komputer tidak tersampaikan. 
Undang-undang tentang Ujian Nasional  Berbasis Nasional telah berlaku, sehingga kalau memang ingin meniadakan UNBK , maka kita harus mencabut Undang-undang tersebut terlebih dahulu. Tidak bisa kalau UNBK  sudah tidak ada sedangkan Undang-undang masih berlaku.
Selain itu peniadaan Ujian Nasional berbasis computer  dalam sistem pendidikan dalam negeri bisa mengarah kepada pelemahan sumber daya manusia Indonesia. Ujian Nasional berbasis computer  sebagai salah satu upaya meningkatan SDM Indonesia, UNBK  tetap harus diadakan karena berkaitan erat dengan uji kemampaun seseorang yang terstandarisasi secara nasional.
Dengan adanya UNBK, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud dapat mengetahui kekurangan maupun kelebihan di tiap daerah. Dengan demikian pemberian bantuan pun akan tepat sasaran, baik secara finansial maupun infrastruktur. Kalau tidak ada UNBK, bagaimana pemerintah bisa membantu sekolah-sekolah yang ada di ujung timur atau di ujung barat Indonesia.Apakah mereka kekurangan guru, perbaikan fasilitas pendidikan yang kurang memadai, atau mata pelajaran tertentu yang memang mereka kesulitan untuk mempelajarinya. Dengan UNBK, data tersebut dapat digunakan oleh pemerintah untuk intervensi kebijakan.
Kita patut menghargai pro-kontra sekitar UNBK ini jika perdebatan tersebut murni masalah standardisasi mutu pendidikan.Karena itu, penyelenggaraan UN bukanlah hal yang tepat untuk dipertentangkan secara politis. Kecenderungan menarik masalah UNBK ke wilayah politik pasti akan menimbulkan korban tafsir berikutnya. Persoalan mutu pendidikan menjadi terlupakan. Jika perdebatan masalah UNBK hanya ditarik ke arah persoalan yang sangat teknis, yakni lembaga mana yang berhak menyelenggarakan, proses penganggaran yang lebih dahulu harus dibahas oleh DPR, prosedur aturan yang perlu ditetapkan dst, persoalan yang muncul bukan murni pengukuran kualitas pendidikan lagi, melainkan sudah melebar ke wilayah lain. Hal ini kemudian dapat menimbulkan persepsi berbeda tanpa pertimbangan mendalam kemudian menafikan bahwa ujian tidak perlu diadakan. Di sisi lain, juga timbul persoalan gengsi sekolah. Karena, bagi sekolah yang persentase kelulusan siswanya tinggi dalam UNBK, sekolah tersebut ikut naik pamornya, masalah ini kemudian memunculkan persoalan baru, pihak sekolah berusaha dengan segala cara untuk menggenjot siswa agar dapat lulus ujian.
Meskipun setiap argumentasi memiliki alasan untuk bertahan pada sikap atau pendiriannya, setidaknya kesadaran bersama diperlukan agar kualitas pendidikan tidak menjadi korban. Update terakhir tentang human development index (HDI) Indonesia yang berada di posisi 107 dari sekitar 188 negara menunjukkan bahwa upaya pemulihan pendidikan harus menjadi prioritas bangsa ini ke depan. Karena itu, polemik tentang UNBK seyogianya tidak terlalu dalam ditarik ke ranah politik sehingga dapat membias ke dalam masyarakat dan membuat para praktisi pendidikan semakin bingung.Secara ideal memang pelaksanaan evaluasi terhadap peserta didik harus diwujudkan.
Terlebih lagi masalah yang dapat ditimbulkan adalah kurangnya tenaga-tenaga ahli di beberapa sekolah. Pelaksanaan ujian nasional yang baru akan dilaksanakan tahun ini akan membuat beberapa sekolah bingung. Bahkan ada juga yang tidak mengerti bagaimana melaksanakannya. Misalnya, jika ada guru  dan siswa yang tidak bisa menggunakan komputer, lalu apa yang akan terjadi? bisa dipastikan mereka akan kesulitan dan tentunya ini juga akan menambah beban beberapa siswa. Mereka bisa terganggu konsentarsinya dan akibatnya mereka malah akangagal dalam ujian nasioanl ini.
Pertanyaannya: Apakah jika belum mencapai penyelenggaraan yang ideal kemudian lembaga ujian tidak perlu diadakan, sementara sistem yang lain belum ada?
Memang basil belajar tidak sepenuhnya bisa dievaluasi oleh UNBK.Namun dalam kaitan tes summative (ujian akhir), UNBK dapat menjadi kriteria pengukuran produk hasil belajar, karena memang pengukuran ini berorientasi kepada produk akhir, bukan proses.Mengutip pendapat tokoh psikologi pendidikan Carl Rogers `bahwa seseorang yang telah menguasai tingkat kognitif, maka perilaku seseorang sudah dapat diramalkan ke dalam ranah afektif dan ranah psikomotoriknya`.Yang terjadi di sekolah saat ini memang evaluasi hasil belajar kognitif lebih dominan, jika dibanding dengan evaluasi hasil belajar afektif dan psikomotorik.Akan tetapi, bukan berarti kedua bidang tersebut diabaikan sehingga tidak perlu dilakukan penilaian.
Dari beberapa indikator kualitas pendidikan sejak reformasi bergulir tahun 1998, cukup banyak dicatat kemajuan pendidikan di Tanah Air.Tidak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya, saat guru hanya mentransfer pengetahuan dan dipatok dengan target-target kurikuler.Model pembelajaran ini dengan pendekatan demokratis, mengisi banyak ruang kelas sekolah, guru dan siswa mempunyai posisi sentral dan menjadi subjek pendidikan, sehingga prinsip pelajar tuntas (mastery learning) menjadi lebih mungkin dicapai.Model pembelajaran demokratis menuntut adanya rumusan standar nasional kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan (competency standard).Oleh karena itu, ujian akhir seperti UNBK yang menggunakan kriteria `referenced assessment` tetap diperlukan.
Kiranya kita perlu melihat kembali persoalan ini dengan kepala dingin, hati yang jernih, agar UNBK sebagai produk hasil belajar dapat meningkatkan pola pembelajaran di sekolah-sekolah kita. Seperti yang sudah disebut diatas, kita seyogyanya harus belajar dari negeri tetangga seperti Malaysia yang menetapkan angka kelulusan (passing grade) untuk mata pelajaran matematika, bahasa, dan IPA dengan 6, sedangkan UN tahun ini hanya menetapkan 5,05 itu pun sudah menjadi kegaduhan besar. Para pengkhidmat pendidikan perlu mengimbau pemerintah, DPR, dan LSM untuk tidak memperpanjang masalah UNBK  menjadi menyimpang dari esensi persoalan upaya peningkatan mutu pendidikan secara terus-menerus.
Terkait masalah UNBK yang terjadi selama ini, mungkin sistemnya yang perlu peningkatan perbaikan atau penyempurnaan, bukan justru meniadakan UNBK.Kalau cuma karena ketidaklulusan yang disebabkan makin meningkatkan standar kelulusan, menjadi alasan untuk menghapus atau meniadakan UNBK, rasanya kurang rasional. Apakah kita tidak malu dengan Malaysia yang dulu pernah berguru ke Indonesia, yang tetap mempertahankan sistem ujian nasional mereka dengan standar angka kelulusan jauh lebih tinggi, sementara kita baru nilai 5,5. Begitu pula dengan negara Thailand yang dulu pendidikannya tertinggal dari Indonesia, mereka menggunakan standar kelulusan dengan angka 6. Sementara di Indonesia seakan ramai-ramai mau menghapus UNBK, yang justru akan melemahkan SDM Indonesia. Dengan lemahnya SDM Indonesia, maka bisa menjadi ladang subur bagi kelompok masyarakat tertentu itu, untuk menguasai dan membelokan arah dari ideologi Pancasila ke ideologi lain. Kita harus waspadai gerakan-gerakan secara sistimatis yang ingin menghancurkan negara dan bangsa Indonesia serta masuk ke dalam cengkaraman baru yang bertentangan dengan Pancasila.
Ditinjau dari sudut pandang di atas, untuk mengatasi pro dan kontra yang ada maka Ujian Nasional  berbasi komputer harus tetap dilaksanakan, hanya dalam “rumus” pelulusan tidak harus seragam, tiap sekolah bisa memilih kriteria pelulusan yang tepat. Kriteria “rumus” pelulusan tersebut ditentukan oleh pemerintah (hal ini pernah dilakukan ketika Ebtanas terakhir diberlalukan). UNBK  harus tetap ada, tapi kelulusan tidak bisa ditentukan dengan nilai hasil UNBK saja, karena banyak sekali terjadi sesungguhnya anaknya cerdas tapi dia tidak lulus, mungkin karena saat UNBK dia sakit atau jawabannya tidak bisa dibaca oleh komputer sehingga nilainya kurang dari standar. Nah disinilah kemudian guru mempertimbangkan hasil ujiannya, apakah dia lulus atau tidak. Jadi kelulusan tidak hanya ditentukan oleh hasil UNBK, Guru pun bisa menentukan kelulusan, karena sejatinya Gurulah yang mengetahui karakter para siswanya.
Semestinya apabila pemerintah ingin melaksanakan ujian nasional secara online, mereka harus menjamin ketersediaan infrastruktur yang mendukung dan juga jangan terlalu terburu-buru untuk melaksanakannya. Pemerintah pun perlu melakukan sosialisasi langsung ke sekolah jauh-jauh hari sebelum ujian nasional dilaksanakan agar tidak menimbulkan masalah yang telah disebutkan di atas(ref/Ft barlian )
Sumber: https://kalsel.kemenag.go.id/opini/633/Perlukah-Ujian-Nasional-Berbasis-Komputer-Diadakan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BANK SAMPAH MAN KOTA BANJARBARU

Untuk mewujudkan sekolah Adiwiyata, Maka MAN Kota Banjarbaru membuat Bank Sampah